Friday, July 4, 2008

Melanjutkan Bandung

Artiandi Akbar

Siang itu hari sangat panas, seperti gurun tanpa onta. kiri kanan jalan adalah bangunan komersil & parkiran mobil, sedangkan ditengah, melaju kencang mobil sporty anak-anak gaul, diikuti bus damri yang begitu rajin memberikan kita asap hitam yang sangat menyehatkan. Kala itu saya sangat senang sambil terbatuk-batuk keracunan.

Saya menunggu teman saya, sebut saja Dorce. Sambil duduk di pinggir jalan, di bak bunga tak berbunga, menyaksikan kelakuan masyarakat urban. Cerminan diri

Begitu banyak perubahan kota yang terjadi, penurunan tepatnya. Perkembangan budaya yang tidak disertai infrastrukturnya..fyuuh….enough said.

5 jam kemudian datanglah Dorce, “kemana saja kamu Dor?”, tanya saya, “susah angkot, macet, nyasar, ga enak jalan kaki, trus janjiannya ditempat yg ga enak sih”, kata Dorce nyari alesan nyalah-nyalahin kota…hmm. Dorce adalah seorang vokalis band metal yang baru pulang show dari London, UK. Kami berdua bergegas mencari tempat untuk duduk-duduk, untuk sekedar mengobrol, mendengarkan pengalaman dia ketika mengunjungi London.

Setelah 5 jam berjalan kepanasan, kami tidak juga menemukan tempat duduk untuk mengobrol, padahal Dorce mau menceritakan bagaimana kehebatan London sebuah kota terbaik dunia, sangat ironis dengan Bandung katanya.

Akhirnya kami duduk di sebuah kios, dan Dorce sudah mulai terlihat siap membantai keadaan kota ini dengan kritik-kritik komparatifnya, Dorce mulai bernarasi, bibirnya merekah mengobarkan smangat pembangunan Bandung yang selalu ingin di Realisasikannya, ya itu. REALISASI.

“Ndi, London sama Bandung tuh ga beda jauh lo ne'….. kalo di liat dari segi geografis sih pasti beda, tapi kalo diliat dari sisi lain yang ga kalah penting, banyak banget kesamaan yang bisa dijadiin 'sekedar pembelajaran' buat kota ini loh Ndi, apalagi buat kamu yang katanya calon arsitek”. Hmmm and this intro, lead us to an interesting discussion…..

2007. Zaman sudah begitu pesat berkembang, jadikanlah kota-kota di Negara maju sebagai parameternya, London kata Dorce. Bila kamu tipe-tipe anak nongkrong perpustakaan, bukan hal yang asing jika melihat London kerap muncul di buku-buku teori dan dijadikan standar kota pembanding, selective city, berdasar pada keberhasilannya di berbagai aspek. Dari hal itu dorce mulai membangga-banggakan London yang kini menjadi salah satu kota terpenting di dunia,

London is today one of the world's leading business, financial and cultural centres,[6] and its influence in politics, education, entertainment, media, fashion and the arts all contribute to its status as one of the major global cities (wikipedia)


Kenapa kita harus enggan bermimpi menjadi kota seperti London? Kita memiliki banyak 'potensi' yang juga dimiliki London. Really?..yeah hal itulah yang seharusnya disadari dan membuat kita gemas mengapa dengan potensi yg hampir menyaingi, kita berbeda jauh dengannya. Permasalahan ini juga yang membuat saya termotivasi sebagai mahasiswa arsitektur semester 5 untuk berkarya tulis, ketimbang memilih masalah umum perkotaan seperti lebar pathway yang susah banget ditambahin sama pemerintah dari dulu. Selain itu, dalam scope Bandung, permasalahan 'potensi kota' ini menjadi begitu sensitif!

Sebelum menjelaskan apa potensi tersebut, Dorce memulai diskusi dengan deskripsi singkat London vs Bandung…ada-ada saja.

London memiliki bentuk kota yg kompakt dan radial, memusat seperti Bandung, 'the city” adalah alun-alun milik London. Selain itu kejadian historis seperti Bandung Lautan api juga terjadi di London pada tahun 1666, namanya Great Fire Of London, keduanya pun sama bakar-bakaran kota, peristiwa ini menggambarkan kedua kota mengalami masa rebuilding pada beberapa kawasan tertentu setelahnya, kemudian ini tentunya mengakibatkan lack of architectural unity pada kesinambungan karakter masing-masing kota. Dari sini dorce menyimpulkan, secara form and shape, fisik kota tidak terlihat perbedaan yg mencolok, bothly we are nearly the same.

Tapi kesamaan fisik bukan yang terpenting kata si Dorce, hal terpenting yang dapat membuat London kini bisa menjadi kota yang terdepan adalah sesuatu yang disebut, industri kreatifnya, ekonomi kreatif & intensitas kreatifitas masyarakatnya!. Dan perlu disadari kata 'kreatif' itu sendiri kini merupakan label yang disandang masyarakat kota Bandung!

Katakanlah musik, fashion, arsitektur, design dsb., bandung ternilai kreatif di kelas nasional maupun internasional. Dan itulah 'potensi' terpenting kota ini. Sebuah wacana yg sedang marak dibicarakan. Sebuah wacana yang harus terus kita lanjutkan.

Tidak heran, seperti yg dikatakan si wikipedia dan Richard Florida tadi, kemajuan di salah satu bidang bisa menginfluence kemajuan bidang lainnya, bila sadar potensi ini kita bisa dioptimalisasikan, permasalahan kota yg lainnya otomatis akan ikut ter-cover, skrg kita sudah menelaah apa yg menjadi 'core'nya, sehingga permasalahan kota yg akumulatif ini bisa diperbaiki secara akumulatif juga, analisisnya secara umum ke khusus, tampak pintu dulu, baru detil sambungannya, jgn sampai langkah kita bagus tapi sama sekali tidak efektif tidak sustainable, planning-nya matang, tapi ga tepat. Itu yg sering terjadi, ujung-ujungnya “waste of time” dan “trauma”. Begitu katanya, sangat 'analitif'.

Kota kreatif merupakan jawaban yang saya kira sangat tepat untuk Bandung!, ini 'core' nya! Dengan ini, kita benar-benar menggali potensi kreatif kota, kemudian meraup keuntungan ekonomi kreatif yang besar darinya, dan selanjutnya dengan mudah memperbaiki permasalahan kota yg lainnya. Sangat taktis dan efektif! Namun tidak cukup sampai disitu saja, banyak kendala yang dihadapinya nantii. Tapi ini yang harus kita lanjutkan, ini sangat 'visioner' jgn sampai kita gap-gapan, kita harus satu visi dan creative city secara analisis, positif validitasnya . “jangan ganti dan beda-beda fokus dulu, ayo kita sama-sama lanjutkan sampai beres!“

Arsitektur sebagai disiplin ilmu, tentu saja berperan dalam pengembangan kota kreatif itu sendiri, namun kini kenyataannya pemerintah dan para arsitek/urbanplanner jarang menemukan titik temu, saling menunggu spill-over masing-masing. Dan menurut dorce, sosialisasi, networking dan pembuktian yg nyata adalah langkah yg bijak. Aktif. Menjemput bola

Kalau di London ada yang namanya GPA (General Public Agency), yg mana merupakan sebuah lembaga think-thank yg banyak melakukan riset dan mengembangkan proyek-proyek di ruang urban, kerjaanya terkait konsultasi penyusunan kebijakan-kebijakan publik dan proyek regenerasi di ruang urban maupun rural.Oorang-orang di GPA isinya para arsitek, designer, urban planner, atau jurnalis kota. Disinilah hebatnya! arsitek London punya inisiatif dan aktif berkerjasama dgn pemerintah. ini yg namanya, “Pandai mencari celah. apapun diwirausahakan untuk maju”, kata dosen kewirausahaan saya

Kita kembali ke Dorce,…hmm masyarakat London begitu intense terhadap industri ini, bagaimana tidak, keadaan kota disana benar-benar mendukung budaya dan potensi 'kreativitasisme' itu sendiri untuk berkembang. Lalu, Bagaimana kejadiannya dengan di Bandung? Dan bagaimana keadaan sebeneranya kondisi masyrakat Bandung sendiri?

Yang mengagetkan secara SDM, komunitas Bandung ternilai unggul dan keberadaan talenta baru ini muncul tanpa infrastruktur yang memadai, bahkan minim akan fasilitas., namun potensi ini tidak akan lama bertahan jika tidak didukung oleh kota tempat berhabitasi mereka sendiri. (Gustaff Hariman. International Young Creative Enterpreuner of The Year Indonesia 2007)

Whup! kita sudah dapat inti permasalahannya, infrastruktur itu sendiri kendalanya! Sosialisasi dan dukungan masyarakat dapat kita peroleh ketika mereka sendiri merasa terlibat, merasakan manfaat langsung dari bukti kongkritnya! Ketika kita aktif berkarya untuk kota.

Saya sedikit ragu dengan kata-kata Dorce, lalu saya bertanya “emangnya masyarakat udah siap? kalo fasilitas di bangun, apa masyarakat akan otomatis memanfaatkannya sesuai tujuan?” well…dengan tenang Dorce menjawab, “bila tidak ada yg memulai bagaimana mau berubah kota ini, kita sebagai org berilmu dan sadar akan itu harusnya mengacungkan tangan dan segera memulai, bukan jamannya lagi saling menuntut, saling lempar tanggung jawab. Budaya akan mengikuti perkembangan lingkungannya, ga percaya? ambil saja budaya cofeeshop akhir-akhir ini.

Dulu orang-orang tidak dekat dengan budaya chillout-share, laptop, hot-spot dan berlenggang di coffeshop. Namun kemunculan retail cofeeshop dari yg mahal sampai yang tradisional di berbagai spot kota yang gencar, otomatis membentuk budaya kekinian tersebut.

Mengapa bisa? Karena cofeeshop itu sendiri yang berbicara, dan memberikan manfaat kongkrit bagi si penggunanya! Sama halnya dengan infrastruktur industri kreatif ini! bila benar-benar bermanfaat masyarakat pasti akan mengoptimalkannya!

Mulut Dorce sudah mulai membudah, dan kali ini dia lebih bersemangat ketika memberikan usulan-usulan pada saya, mengenai apa yg kita bisa usahakan dari segi arsitektur dan korelasinya dengan perkotaan. Untuk mendukung terwujudnya kota kreatif itu sendiri. Hmmm kemudian dia menyuruh saya untuk mencatat dengan seksama..

Public space

“siapa yang tidak mau siang-siang duduk di taman yang teduh, mendengarkan Aretha franklin sambil menggambar, rumputnya hijau, pohonnya banyak, tempat duduk bersih nyaman, jauh dari kesibukan jalan raya, kolam air mancur bermuncarat-muncratan, sculpture outdoor karya seniman, iklim mikro yang selalu diidam-idamkan, oasis para Gujarat arab. “


Public space di London tuh 'pabalatak'. Hyde park yg paling terkenal, nih saya dapet petanya kemarin

Kebayangkan hamparan hijau, di tengah padatnya kota. Public space tuh contoh akomodasi kreatifitas yg penting! Disini kita bisa share, mengadakan performance di amphitheatre, street-exhibition, cari inspirasi, baca buku dsb. Selain itu dapat menjadi paru-dapat kota yang baik, menetralisir asap2 bus damri sialan tadi, kemudian kita bisa jogging atau jalan-jalan sama kecengan hmm…. Efektif bukan? Sekali mendayung 2-3 pulau terlampaui.

Di Bandung memang sudah ada, TAPI. Public space dipake untuk kegiatan mesum, premanisme, mabuk2an, Kotor, atau pagarnya di konci supaya ga bisa masuk..beuh... sangat jauh perbandingannya, baik itu kurang hijau, panas, letaknya bukan di kawasan startegis (city centre) Kemudian tidak dilengkapi dengan street furniture yg memadai, padahal elemen-elemen detil tersebutlah yg bisa membentuk keseluruhan public space yang optimal.


Sculpture outdoor, community murals, land art, site specific arts, the design of paving and street furniture, and performances as art. (Art Space. And the city / public art and urban futures, Malcolm miles 1997; london)

Well, bukankah hal tersebut adalah potensi kita? Aspek ekonomi kota kita? Kekayaan seni dan arsitektur perkotaan kontemporer yg harusnya kita emban?

Masih banyak lagi yang bisa dieksplor, semisal plaza ditengah kompleks perbelanjaan seperti Harrods di London. Nah kalo kita kan punya Dago, punya Buah Batu, tapi kenapa kita tidak punya public space di kawasan crucial tersebut? Padahal daerah tersebut merupakan trafficing anak muda, pelajar dan insan-insan kreatif lainnya.

Di public space kita bisa berinteraksi dgn optimal, mempertemukan si gated community/the haves, dengan si common atau bahkan si the poor, ya kan?. Sehingga dapat meminimalisir dampak segregasi spasial maupun social.

Library

Akses informasi yang paling praktis. Kreatifitas sangat ditunjang dari seberapa banyak ilmu dan informasi yg didapat. Selama ini komunitas di Bandung terkeok-keok bergerilya mendapatkan akses informasi, sehingga ujung-ujungnya terjadi 'wild capitalism' pada kota ini, Dimana yg kaya yg memiliki akses informasi terbesar, dan dapat bisa berkreasi dgn baik, bertolak belakang dengan si miskin yg kesulitan akses, terduduk kalah, termonopoli.

Hal ini akan menyurutkan terjadinya kompetisi kreatif, dan dampaknya bisa membuat kreatifitas itu sendiri mati perlahan-lahan, mandul atau stagnasi. Karena tidak ada persaingan yang kontinyu untuk menjadi yang lebih baik atau terbaik di benak masyarakatnya.

Idealnya, setiap masyarakat dapat mengembangkan potensi kreatifitasnya dengan jatah akses informasi yang sama, sehingga kompetisi kreatif yg terjadi juga sehat dan maksimal! Dan secara teori, bila kompetisi yg terjadi sangat sengit, karya2 yang bermunculan pasti akan jauh lebih hebat!

Saya anak unpar, tapi rajin berkunjung ke perpustakaan arsitek ITB, tapi sayangnya saya ga bisa minjem buku satupun dari sana, bila ingin membaca disana juga sebelum buku selesai dibaca, perpustakaan keburu tutup karna sudah jam 4 sore. (yaaaah) padahal saya juga terdaftar sebagai mahasiswa Interior ITB, tapi tetep aja ga bisa,,,beuh ,sehingga saya harus terus2an membebani teman saya yang anak arsitek ITB untuk minjem satu buku tiap minggu…..damn. (curhat)

Kembali ke Dorce dengan Londonnya, di London terdapat Library yang sangat sangat lengkap, yang berada di city centre, and its free. Semua bisa pinjam, bisa baca. Berbeda dengan di Bandung, ketika perpustakaan terdapat di soekarno hatta yg jauh dari mana-mana, kondisi sekitarnya gersang, berdebu dan tidak ada segi menariknya sama sekali. Bagaimana masyarakat mau baca? Ketika mau datang juga enggan. ''Apa selaku arsitek kamu ga merasa ada sesuatu yang salah Ndi?“

Beberapa komunitas di Bandung berinisiatif, membuat library kecil2an seperti Tobucil, Ultimus, Rumah Buku, dsb. Dan itu sangat positif! Namun akan lebih sangat mantap jika ada perpustakaan besar, terletak di Dago, dengan fasad modern yg menarik, ada retail coffee shop dan pizza, hot-spot, diluarnya ada taman hijau untuk duduk-duduk, dan akses pedestrian begitu dimanjakan, waaah..bahkan orang yang tidak suka baca pun akan ke sana, dimana arsitektur berperan dalam memasyarakatkan budaya intelektual perkotaan. Dan terus memfasilitasi kreatifitas masyarakatnya. Wonderful.


Urban tourism

Urban Tourism juga menggemaskan hati Dorce. Situs, monumen, bangunan-bangunan bersejarah, craft, factory outlet, cothing store, rumah makan daerah dago dsb adalah kekayaan Bandung. Disadari atau tidak, Bandung itu juga sangat kaya akan Urban tourism. bila kita visioner dan kreatif, kita bisa memanfaatkan hal ini untuk kemajuan kota juga. Aspek ini terkait dengan arsitektur dan perkotaan.

Sekarang jangan dulu kita bandingkan dengan London, deket saja, kita semua sudah melihat Singapura berhasil maju dari sektor ini. Padahal, segmen modal yg dimiliki jauh lebih rendah dibanding Bandung, tapi hebatnya, justru 'PACKAGING'nya yang begitu dramatis, fantastis, memanjakan mata turis. Bagi wisatawan asing, Apa bagusnya Kranji dibanding kawasan Braga, kekayaan art deco F.J.L Ghijsels atau gua Jepang? Pasar wisatawan asing justru menggemari segmen-segmen seperti di Bandung, namun sayang pengemasannya selalu dikesampingkan, ini harus kita contoh, seekor Singapura yang melonjak diantara Negara Asia tenggara lainnya lewat tourism.

Konsep seperti ini akan meningkatkan kekayaan budaya-berbudaya masyarakat Bandung, sekalian juga memperoleh keuntungan finansial. Contoh: Toko-toko souvenir searusnya dimiliki Bandung, ketika Yogya memiliki malioboro atau Bali dengan sukowatinya. Bandung juga seharusnya memiliki kawasan yg bisa memfasilitasi masyarakat untuk berkarya dan berekonomi. Kawasan tersebut pasti menjadi target utama berbelanja para wisatawan asing.


Kemudian Dorce berbicara tentang sistem, tentang betapa kuatnya system di London; Orang yang masuk ke kota London harus bayar pajak masuk kota! Keluarnya gratis. Kedua, se-modern apapun jaman, London masih mempertahankan kuantitas & kualitas image tersendirinya, bayangkan interior store pakaian mewah dengan fasad gothic di eksteriornya. itu namanya memanfaatkan urban tourism dari segi yg pintar.


Gallery. Concert hall. And museum

Art gallery sudah banyak bermunculan di Bandung, dari Sumarja, galeri kita, Nu Art, Selasar Sunaryo, dsb. dan hal tersebut terbukti membawa dampak yg positif.

Keluhan yang terjadi justru dari kalangan musisi, Bandung padahal gudangnya musisi berkualitas baik indie maupun major. Mereka mengeluhkan minimnya fasilitas konser, dulu masih ada Gor Saparua, Laga pub, TRL bar, dsb. Sekarang sudah minim banget, terbatas regulasi dan biaya. Padahal musisi-musisi Bandung musiknya seringkali menjadi perhatian international terutama eropa dan australia, sekarang yang bisa mereka lakukan paling bergerilya lewat jaringan internet, myspace.com dsb. Sangat menghawatirkan

Museum di Bandung sangat parah keadaannya. Benar-benar memprihatinkan, siapa yang mau ke museum kecuali anak SD, atau anak SMA yang ngerjain tugas Sejarah. Minat warga bukan yg seharusnya disalahkan, museum di London selalu menarik untuk dikunjungi baik bagi turis maupun warga lokal, semuanya tuh interaktif, ga bosen, tempatnya bersih, ada pertokoannya. Seru!

Banyak yg bisa diolah mengenai perihal histori dan hegemoni selain lewat museum, seperti street monument, sculpture, dsb. Semuanya juga merupakan karya kreatif. Bali dengan GWK nya adalah suatu yg spektakuler nantinya, di London banyak ditemui Karya2 sculpture Jonathon borofsky, Rachel whiteread, Tess jaray, dan semuanya menghasilkan estetika kota yang menarik, dan bisa jadi ladang pekerjaan bagi para kreator bandung sembari meningkatkan image kota dengan memasyarakatkan histori-hegemoni kota.

Pertanyaannya, mau taro dimana? Disini sang arsitek berperan, ketika seharusnya kita memaksimalkan peran Public space, stasiun, pavement, plaza, bahkan pedestrian sekalipun. Ini merupakan kelebihan kota tersendiri, yg dapat menarik banyak wisatawan yg nanti pada bayar kalo masuk kota. Right?

Dan kelak lembar lembar postcard berisi foto wisata Bandung pun laku terjual. hehehe..amin

End

Hmmm..well .So…..apa masih mau terus2an bikin Mall & parkiran mobil, Ndi? Masih mau egois & berpikir jangka pendek ndi? Kata Dorce… Manusia butuh arsitektur, manusia Bandung butuh arsitektur Bandung, manusia bandung yang kreatif butuh arsitektur Bandung yang kreatif, yang dapat mewadahi kreatifitas mereka. Visinya udah ada nih, sekarang siapa yang mau melanjutkan misinya. oke ndi.

Itu yang saya dapat. Hampir semua aspek yang diobrolkan tadi selalu terkait dengan ekonomi, mau tidak mau, karena perkembangan kota pasti menggunakan uang, yang dorce tawarkan bersifat ‘project oriented', kenyataan di lapangan. Ketika uang bisa mematikan cita-cita mulia kita, oleh karnanya dia mengutamakan langkah yg secara potensi tepat dan secara ekonomi paling tepat, biar semuanya terjadi! Bentuknya kongkrit terlaksana, prosesnya bertahap tapi memungkinkan untuk mengatasi problem secara menyeluruh. semoga saja, amin. Diskusi tadi benar2 membuat saya terbuka & penasaran ingin tahu lebih detil mengenai London, pemerkarsa kota kreatif dunia.

Learn from the sure source katanya…

Hari sudah senja, kata-kata dorce selalu terngiang-ngiang di kepala saya, apa yang dibutuhkan sekarang bukan lagi wacana dan wacana dan wacana dan wacana. Permasalahan memang banyak, di dalam permasalahan tersebut pasti timbul permasalahan baru, solusi telah banyak ditawarkan namun selalu pelaksanaannya yang kurang, melanjutkan Bandung adalah bagaimana yang kita lakukan sekarang, mau atau tidak? mau sama sekali atau tidak sama sekali? Dorce dan saya serta teman-teman di kampus sudah cape dan gemes ingin maju…mau sama sekali!


akhir cerita,,,

semoga saja tulisan ini bisa bermanfaat untuk kemajuan kota Bandung, ....walaupun kecil.

Insya allah


long live bandung and Indonesia.

wassalam

artiandi akbar (Andi).

Note : Artiandi Akbar adalah pemenang kedua Urbane Fellowship Program 2007 dan mengikuti program workshop Cityscapers Design Residency di Edinburgh, Skotlandia pada bulan Maret-April 2008 yang merupakan program kerjasama dengan British Council. Tulisan ini merupakan karya tulis yang dikirimkannya untuk mengikuti Urbane Fellowship Program 2007.

7 comments:

uyukakop garden said...

Gaya menulis Andi yang kretif dan dinamis memang tidak pernah berubah dari masa ke masa, dimana selalu saja unik dan enak untuk dibaca oleh semua orang.

...

Menurut saya Bandung adalah kota yang sangat semrawut dibandingkan dengan ibu kota provinsi lain yang ada di indonesia. Angkutan yang trayeknya memusingkan serta bisa berhenti dimana aja atau suka-suka penumpang dan sopirnya, atau bisa saya bilang Bandung yang terakhir kali saya liat adalah kota dengan surga dunianya angkot...fuih cape ngeliatnya

Melihat tulisan di blog ini, saya jadi teringat slogan2 kota Bandung yang pernah diajarkan oleh guru saya ketika SD dulu, yaitu "Bandung Kota Kembang" atau "Bandung adalah Paris Van Java" atau "Bandung Berhiber(Besih Hijau Berbunga"... Tapi saya berfikir, kembang atau bunga disebelah mananya Bandung ya??? bersih???hijau??? tahun berapa keadaan itu berlangsung ya??? bagian Bandung mana yang bisa nyandingin kota itu dengan Paris ya??? sehingga bisa ada image Bandung seperti yang ada di slogan2di atas. Terakhir kali saya melihat Bandung sedikit menyerupai slogan di atas adalah ketika menyambut kembalinya KAA di kota Bandung. Pada saat itu, tiba-tiba secara ajaib ada pohon yang tiba-tiba tumbuh atau bunga-bunga yang secara "magic" bertebaran mengisi sudut kota untuk menghiasi trotoar-trotoar jalan yang akan dilalui oleh kontingen KAA (Dasar orang Indonesia banget...).

...

Ketika dibaca-baca lebih jauh tulisan yang ada di blog ini..., bagus banget tuh ide yang ada di dalam wacana tersebut. Hal-hal yang menantang para kaum kreatif, arsitek, orang planology, dll yang ada dan bernaung di bumi Bandung untuk mewujudkan dan menonjolkan sisi keindahan kota Bandung sehingga, Bandung akan tumbuh menjadi kota maju dan asri seperti slogan2 yang pernah berngaung di telinga masyarakat Indonesia maupun dunia internasional.

Good job...untuk kamu dan teman kamu yang namanya "dorce".

Ayo kaum arsitek.., singsingkan lengan bajumu dan buktikan bahwa kalian kaum muda kreatif dan bisa membuktikan tulisan tersebut mejadi nyata dan juga menjadi bagian dari sejarah pembangunan kota bandung, sehingga ide2 tersebut tidak hanya tertuang dalam hitam di atas putih belaka...
sehingga kelak, kalian layak untuk menyambut orang-orang yang datang ke Bandung termasuk saya dengan sebutan
"welcome to Paris Van Java!!"

Bandung adalah kota kenangan yang manis untuk saya...
Jika saya datang kembali ke Bandung, harus ada yang sudah terrealisasikan ya ndi!

Btw, selamat atas prestasi yang tertulis di bawah wacana ini ya...

Andri Kurniawan said...

gak usah menunggu siapa yg akan merubah bandung menjadi lebih baik, siapa lagi kalo bukan dr kita semua :) katanya, disinilah nilai kecintaan kita pd kota bandung.

ariefputra said...

hmmm....
ruang kreatif....
Itu yang saya tangkap setelah membaca tulisan mas andi ini.
Ide ruang kreatif ini sangat menggelitk saya, memancing saya untuk masuk kedalam tulisan mas andi yang mengalir dan segar.
Ruang kreatif untuk kota kreatif.
Ruang kreatif ini bisa lebih didalami lagi. Ruang kreatif sebagai objek dan ruang kreatif sebagai subjek.

Saya pernah ke bandung, dan kalo ide setidaknya didengar oleh penguasa-penguasanya saya yakin bandung bisa lebih membara!!!

Selamat bung andi

Anonymous said...

teman saya dari italy yang juga seorang arsitek pernah berkunjung ke kota bandung akhir tahun 2008 kemarin. Tebak apa yang dikatakannya soal kota Bandung, 'bandung penuh dengan bangunan peninggalan Belanda, dan unik, tapi sayang pemerintah tidak menaruh perhatian pada pemeliharaannya, suatu saat nanti, saya harus kembali ke Bandung dan menetap di sana'. See, orang asing saja 'gemes' melihat keadaan kota kita. Tapi Andi, saya hanya pesan satu hal, jangan lupakan aspek lingkungan. Itu akan menjadi hal yang sangat penting untuk urban sustainability. -pritta-

Anonymous said...

Tulisanlo bagus banget Ndi...
Gw salut deh ma lo bs ngungkapin apa yang lo rasain dg sebagus itu,
congrats y....

Anonymous said...

yang di atas dari Ari Wibawa

R V N A R C H said...

Bandung adalah kota yg unik dan berkarakter kuat, karakter yg membuat kita selalu ingin balik lagi ke sana n bikin kangen! it's just the way it make me feels..I guess..
ga ada mati nye bandung :)
hope bandung stay sprti itu terus..'berkarakter'..
kangen jg sama arcamanik endah hehe..
maju terus bandung maju terus endonesa!

cheers