Friday, July 4, 2008

Kota cantik yang tidak sekedar bedak arsitektural.

Peran Arsitek dalam Menata wajah kota.

Paskalis Khrisno Ayodyantoro

[1]

Beberapa bulan lalu, seorang bapak tua baru saja turun dari pesawat yang membawanya dari Eropa ke Indonesia. Begitu di terminal kedatangan Bandara Soekarno Hatta, ia tampak bersemangat melihat ke buku kecilnya dan terdiam begitu lama. Terlihat kecewa, iapun berlalu, berpapasan dengan saya kemudian berbincang sejenak. Sebagai Arsitek, saya merasa prihatin, wisatawan itu telah memetakan semua objek wisata budaya dan historis di Jakarta, namun ia belum menemukan bangunan arsitektural yang menarik untuk dikunjungi. Terlebih, karena saya hanya bisa menjawab daerah sekitar kota tua, Monas, Taman Mini, Senayan City? Lalu....


Gambar 1: Salah satu representasi kota Jakarta di bawah jalan layang Cipinang, sekarang, yang menggambarkan pembangunan yang kurang terencana, seringkali merusak wajah kota. Mungkinkah suatu saat kawasan ini bisa menjadi kebanggaan warganya dan dikenal dunia? (Paskalis/2005)

Kembali ke jaman Soekarno, pembangunan terasa pesat dimana-mana. Daerah dan bangunan baru berskala kota bermunculan, seperti Stadiun Senayan, Masjid Istiqlal, dan Kawasan Monas menjadi salah satu usaha Soekarno menjadikan Jakarta sebagai ibukota yang unik dan mengangkat harga diri bangsa pada saat itu. Lalu kawasan dan bangunan apakah yang merepresentasikan jakarta sekarang ini yang dapat menjadi kebanggaan warganya dan dikenal dunia?

Inilah salah satu wajah jakarta, setiap tahunnya.

[2]

Di lain tempat, seorang wisatawan tampak antusias menyandang tas besarnya, menjelajahi sebuah jalan yang menjadi daya tarik negara tersebut. Sembari melepas lelah, ia duduk, membuka laptopnya dan kemudian mencari informasi tentang alamat dan letak bangunan yang akan ia kunjungi lewat bantuan wireless internet yang bertebaran disetiap tempat umum. Dalam sekejap, wisatawan itu mengepak laptopnya, kemudian pergi menuju stasiun MRT (mass rapid transportation) terdekat dengan tersenyum puas.

gambar 2: gambaran Kawasan Marina Bay, Singapura pada waktu malam, dan salah satu jalan yang akan digunakan sebagai track formula one 2008, terlihat dibelakang, deretan bangunan tinggi dan bangunan Esplanade sebagai ikon baru, yang membentuk keindahan sebagai kawasan waterfront(Paskalis/2007)

Singapura memang sedang menggalakkan kotanya sebagai tujuan wisata internasional serta sebagai tempat tinggal yang menyenangkan, dengan semangat “To Make Singapore A Great City to Live, Work and Play In”, Singapura berusaha membuat kotanya menjadi kota yang ramah dan dapat di akses oleh siapa saja. Dibentuknya URA(Urban Redevelopment Authorities) memberikan hasil yang postif bagi perencanaan kotanya. Setiap lahan yang berada di Singapura diawasi dan diatur perkembangannya oleh pemerintah demi kenyamanan bersama. Informasi perencanaan kawasan dapat diakses langsung melalui internet atau kantor dan museum URA oleh siapa saja. Dengan cara ini, pemerintah dan masyarakat dapat bersama-sama mengawasi perkembangan kotanya, sehingga dapat terjalin keterlibatan masyarakat (advocacy) dalam perencanaan kota.

Terlebih dengan adanya keinginan singapura sebagai pusat ekonomi kreatif asia, didukung gerakan nasional tahun 2005 yang berisikan : Design Singapore, Media 21 dan Rennaisance City 2.0, mereka berharap adanya peningkatan ekonomi sebanyak dua kali lipat dalam tujuh tahun. Gerakan ini diimbangi dengan pengembangan kawasan waterfront Marina Bay sehingga bisa menjadi kawasan destinasi pariwisata internasional. Singapura kemudian membuka kawasan ini dan mewajibkan ketentuan desain yang unik serta standar arsitek kaliber dunia(starchitects) bagi setiap bangunan yang akan dibangun di area ini. Sebutlah Michael Graves, KPF, Aedas dan Moshe Safdie, sudah ditunjuk untuk membangun di kawasan ini, belum disebutkan arsitek lain yang telah membangun di kawasan lain, seperti Zaha Hadid, Toyo Ito, SMC Alsop, Fumihiko Maki, dan lainnya. Tidak terlewat rencana tahun 2008, sebagai tuan rumah pertama kalinya penyelenggaraan balap mobil Formula One malam ditengah kota membuat Singapura semakin menarik. Hal ini terwujud tak lain karena kesiapan struktur dan rencana kotanya sendiri.

Mengintip Singapura, perlu juga kita menilik pembangunan daerah Bilbao, Spanyol. Salah satu kota terbesar di Spanyol ini sempat turun citranya karena adanya serangan. Pemerintahnya kemudian mengambil inisiatif untuk merubah kotanya secara besar-besaran, dari citra kota industri menjadi kota budaya yang dibangun oleh arsitek kaliber internasional. Dalam beberapa saat, Bilbao menjadi kota yang menarik. Mulai dari bandara buatan Santiago Calatrava, jalur transportasi Norman Foster, kawasan komersial Caesar Peli hingga museum Guggenheim oleh Frank Gehry.

Perkembangan asitektur yang dipuncaki oleh pembangunan Museum Guggenheim tahun 1997 tersebut kemudian membuat Bilbao effect dimana sebuah arsitektur dan perencanaan kota dapat merdampak pada meningkatnya aktifitas pariwisata dan berlanjut kemeningkatnya aktifitas di segala bidang. 1,37 juta pengunjung memberikan 147 juta dolar US pada ekonomi lokal pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 170 juta dolar US pada tahun berikutnya. Bahkan dalam waktu 3 tahun, pemerintahnya telah berhasil mencapai break even point untuk pembangunan museum.

[3]

Menurut Sosiolog Bintarto, kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak kehidupan yang materialistik. Bayangkan ketika masing-masing arsitek diberikan tugas untuk membangun, tanpa sensivitas urban serta permasalahannya, maka akan terjadi kechaosan, karena masing-masing arsitek berlomba membuat tanda atau mengkontraskan(contrasting) bangunan mereka terhadap lingkungannya.

Mengacu dari ekonom terkenal Phillip Kotler, Jakarta kini sedang mengalami City decay dynamic, karena memekarnya penduduk kota ke sub-urban yang disebabkan tingginya biaya hidup dan tidak terwujudnya penataan permasalahan high density dan untuk mengembalikan citra kota menjadi positif kembali, perlu diadakan perubahan citra dan identitas kota yang melibatkan seluruh kota seperti apa yang dilakukan oleh Singapura, dan Bilbao.

[4]

Kita mulai sadar akan ketimpangan produk kapitalisme yang mulai merambah ke ruang sosial dan budaya kita sehingga menciptakan sebuah kesenjangan yang signifikan. Maka dari itu perlu adanya strategi untuk mengembalikan jati diri dan budaya kota, agar arsitek tidak lagi silau oleh keagungan kecantikan yang ditawarkan oleh desain arsitek asing yang terkadang tidak kontekstual dengan kota kita.

Srategi yang pertama adalah Arsitek berkampanye tentang kesadaran (ber)arsitektur yang baik. Dengan melakukan peyuluhan bangunan, kampanye sosial, pendidikan dini, peraturan bangunan yang pro terhadap semua golongan. Arsitektur kemudian menjadi debat publik tentang bagaimana mengisi ruang kota yang baik sehingga kaidah “architecture should reflect continuity and connectivity of culture, climate, and craft.” dapat terwujud dengan baik.

Yang kedua adalah arsitek mengikutsertakan sasaran pengguna dan masyarakat (advocacy) dalam mengambil keputusan, mengawasi proyek, dan merawatnya.Termasuk kawasan slums(daerah kumuh yang diakui sebagai permukiman) dan kawasan squatter elements(permukiman liar yang menempati lahan yang tidak ditetapkan) yang diisi oleh masyarakat ekonomi bawah. Sehingga bersama masyarakat, arsitek dapat membangun kota yang lebih baik.

Ketiga, Arsitek berperan dalam pengambilan keputusan dalam setiap proyek. Kebanyakan pembangunan komersial hanya berlomba-lomba menjadi landmark yang merusak tatanan visual kota demi keuntungan sepihak. Arsitek menurut Ridwan Kamil diharapkan bisa memiliki kemampuan project visioning dalam mempengaruhi keputusan proyek sehingga bisa meningkatkan kualitas kawasan dalam proyeknya. Dengan memahami sensitivitas urban, arsitek bisa memberikan input bagi pemilik kapan saatnya bangunan akan menjadi kontekstual(context) atau kontras(contrast) dengan lingkungannya.

Dan yang terakhir, Arsitek berperan dalam memberikan ide kreatif solusi pemecahan masalah-masalah arsitektur-urban dengan keluar dari trend setter yang ada. Arsitektur kemudian bisa memberikan cara pandang baru sebagai kendaraan dan solusi untuk mengakomodasi permintaan politik, budaya, sosial, dan ekonomi kota.

Arsitektur kemudian meningkatkan produktifitas kota karena telah sebagai destinasi, menaikkan ruang publik-sosial terbuka, dan menurunkan efek pemekaran kota(urban sprawl) menjadi kota berkepadatan tinggi(high density). Namun tidak lupa mengutip kata Robert A.M.Stern, Memang banyak ruang kota yang terbuang, dan belum terolah. Kita tidak membutuhkan arsitek untuk menteorikan hal tersebut, tetapi menjawab “bagaimana menyediakan solusi hidup yang baik?”, menjadi tanggung jawab utama seorang arsitek daripada hanya berlomba meninggalkan tanda atau jejaknya di ruang kota melalui sekedar bentuk. Tanggung jawab yang menjadi conditio sine qua non(syarat mutlak yg tidak bisa ditawar) sebagai sensitivitas dalam konteks urban. Dengan meningkatnya perbaikan wajah kota, maka diharapkan terwujudnya a beautiful city. Daftar Pustaka :

• Ardian, Bagus. Teori Pertumbuhan Kota, http://www.p2kp.org/. 9/11/07 1:51 AM.

• Ardian, Bagus. Citra Lingkungan Perkotaan, http://www.p2kp.org/. 9/23/2007 6:34 PM

• Budihardjo, Eko. (1997) : tata ruang perkotaan, PT alumni, bandung

• Hedman, Richard & Jaszweski. (1984) : Fundamentals of urban design, Planner Press. Washington DC

• Kamil, Ridwan. (2007) : Diskusi nasional : pembangunan kota yang parsipatif dan berkelanjutan bagi kepentingan publik. IAI, jakarta

• Kamil, Ridwan. (2006) : menyelamatkan peradaban dengan desain, _ , Bandung.

• Kotler, phillip (1993) : Marketing Places: Attracting Investment, Industry, and Tourism to Cities, States and Nations, Free Press, New York.

• Kusumawijaya, Marco. (2006) : Kota rumah Kita, Borneo Publishing, Jakarta.

• Sutanudjaja, Elisa : Arsitektur dan Ekonomi Kota.

• Trancik, Roger. (1986) : finding lost space :theories of urban design. Van Nostrand Reinhold. New York.

• Tschumi, bernard & Cheng, irene. (2003): The State of architecture at the beginning og the 21st century. The Monacelli Press, Columbia

• http://www.e-architect.co.uk/singapore_architecture.htm : 10/10/07 08.12 AM

• http://www.ura.gov.sg/about/ura-conceptplan.htm : 10/10/07 09.16 AM


Note: Paskalis Khrisno Ayodyantoro adalah pemenang pertama Urbane Fellowship Program. Mendapatkan Travel Fellowship dan kesempatan mengikuti workshop Cityscapers Design Residency di Edinburgh, Skotlandia pada bulan Maret-April 2008. Tulisan ini adalah karya tulis yang dikirimkannya untuk mengikuti Urbane Fellowship Program.

1 comment:

R V N A R C H said...

salam kenal pak mas ridwan kamil,
tulisan nya bagus n keren! banyak ilmu yg bisa di serap..sipsip
salute sama urbane nya..design2 nya top notch!..
sukses terus!